POTENSI DESA TEMPUR SEBAGAI OBJEK WISATA
Gunung Muria yang terletak di semenanjung utara pulau Jawa memiliki beberapa puncak trianggulasi. Satu dari puncak tersebut terletak tepat di sebelah barat daya Desa
Tempur Keling Jepara.
CANDI ANGIN
Puncak ini diberi tetenger dengan sebutan puncak Candi Angin. Ketinggian puncak ini mencapi sekitar 1.800-an meter Dpl (Dari Permuakaan Laut).
Kepercayaan orang sekitar bahwa candi tersebut untuk peribadatan dan karena letaknya yang tinggi hingga roboh terkena angin, sampai akhirnya dinamakan “Candi Angin”.
Sebutan Puncak Candi Angin, oleh masyarakat
Tempur Keling jeparatentu saja bukan tanpa sebab. Pemberian nama tersebut terjadi karena masyarakat menemukan dua buah situs budaya berupa bangunan arsitektur kuno yang terdiri dari susunan batu-batu persegi yang tidak sama ukurannya.
Susunan batu-batu tersebut membentuk sebuah bangunan, yang meskipun terlihat rapuh, namun pada kenyataannya tidak rubuh meski diterpa angin kencang di ketinggian gunung. Belum ada yang berani secara resmi memperkirakan berapa usia bangunan bersusun dari batu ini.
Ahli arkeologi atau sejarah, bisa dikatakan belum pernah menyelidiki keberadaan bangunan ini secara serius. Berjarak sekitar 2 km ke arah puncak, Candi Bubar bisa dilihat berada di sisi kiri jalur pendakian. Bangunan ini terdiri dari dua kelompok.
Satu kelompok di bagian yang lebih rendah, dan satu kelompok lagi berada di bagian yang lebih tinggi. Sedangkan Candi Angin sendiri, dengan bentuk dan karakter yang sama berada di puncak Tempur Keling jepara.
Dilihat dari bentuk dan bahan yang digunakan, besar kemungkinan candi yang berada di
Tempur Keling Jepara ini dibuat pada zaman sebelum Candi Borobudur dibagun. Dari susunan batu, jelas ini buatan manusia pada zaman lampau. Untuk maksud apa, ini yang perlu diteliti,’’ ujar Kasi Budaya dan Pendidikan Luar Sekolah, P dan K Jepara, Wendar Arinugroho, saat meninjau langsung situs bersejarah ini, baru-baru ini.
Legenda Candi angin berkembang di Dukuh Petung, Desa Tempur, Kec. Keling, Kab. Jepara. Menurut Bapak Arifin di sana ada yang mbaurekso (menjaga), namanya mbah Sungkar (Alm).
Menurut para penelitian Candi Angin lebih tua dari pada
Candi Borobudur, Candi Angin di sinyalir adalah peninggalan Kerajaan Kalingga. Bahkan ada yang beranggapan kalau candi ini buatan manusia purba di karenakan tidak terdapat ornamen-ornamen Hindu-Budha.
Sejarah peninggalan para raja dan temuan-temuan dari batu.yang dulunya untuk peribadatan, diperkirakan karena terlalu tinggi hingga akhirnya menjadi bubar karena terkena angin, dan hilang sama sekali yang kemudian ditemukannya kembali peninggalan hingga ditemukan kembali candi tersebut. Kepercayaan orang sekitar bahwa candi tersebut untuk peribadatan dan karena letaknya yang tinggi hingga roboh terkena angin, sampai akhirnya dinamakan “Candi Angin”. Bagi masyarakat candi tersebut tidak memberikan kesan atau keuntungan tertentu karena mayoritas penduduk setempat beragama Islam, hanya saja kadang digunakan orang untuk bertapa atau ritual tertentu. Sebuah organisasi meneliti dan menemukan hal-hal gaib candi tersebut yang diperkirakan sudah berumur ratusan tahun ketika kerajaan Islam muncul. Candi masih tetap utuh ada tempat yang tertinggi dan terendah. Bangunan candi angin tidak punya aturan tertulis. Apabila ada orang luar ke candi tersebut pertama masuk bangunan bawah yang terdiri dari dua bangunan tertutup, yang kemudian baru ke atas. Karena di sana ada 3 tempat, yaitu yang tertinggi, tengah, dan yang paling rendah. Dahulu candi angin angin adalah candi bubar atau hancur, yang kemudian ditemukannya petilasan atau peninggalan berupa benda-benda purbakala, dan di candi yang bubar tersebut orang memohon/minta permohonan, di perkuburan arum wangi, wayang (semar) yang memindah-mindah ke adiyasa (adiyasa itu di desa tempur ini), kamiyasa juga ada di situ, kemudian ada kamiratamu, konclang saleh janoko, sukirman Masyarakat menganggap Candi Angin sebagai barang peninggalan purbakala, misalnya berupa punden berundak yang di dalamnya ada sumur batu di mana pada musim hujan tidak terendam dan pada musim kemarau tidak kering, tetapi orang tidak tahu di mana sumbernya dikuras tiap minggu masih tetap penuh airnya, itu peninggalan zaman Hindu sebelum kedatangan Islam. Masyarakat disekitar mungkin ada kaitannya dengan candi tersebut yakni, di desa ini tidak ada orang yang kaya atau terlalu kaya dan juga tidak ada orang yang miskin atau terlalu miskin bahkan sampai kekurangan karena di desa ini dilindungi oleh pandawa lima yang ada di candi angin yang membuat desa selalu tenteram dan damai ketika ada kerusuhan di mana-mana, masyarakat Desa Tempur tidak emosi atau tepancing dan tenang-tenang saja. Hal ini sesuai dengan sifat pendawa lima dalam cerita wayang yang tidak pernah membuat kisruh dan hidup saling bebrayan (bersama) dan gotong royong. Zaman dulu, candi tersebut sering digunakan untuk musyawarah pemuda karena pada zaman perjuangan dulu belum dibentuk organisasi atau tatanan desa seperti sekarang. Peninggalan tubak, berbentuk lesung seperti lesung yang mempunyai dua lubang, yang berisi air yang tidak pernah surut di musim kemarau dan tidak tenggelam di musim hujan, kadar air relatif sama. Ketika dikuras, air tersebut kembali lagi seperti semula. Masyarakat menganggap petilasan ini sebagai peninggalan masyarakat tubak zaman purbakala. Di sini sering muncul ular kecil yang kemudian menjelma mejadi keris, tetapi tidak bisa diambil.
5. Cara Masuk Kedalam Candi
Ritual yang biasa dilakukan:
- Untuk masuk ke dalam candi harus minum air kelapa muda dan untuk masuk kuburan sembojo harus membawa minyak dan juga 3 jenis kembang telon.
- Untuk masuk ke dalam candi juga ada pantangan yang harus dipatuhi yaitu buang air kecil dan besar tidak boleh di perempatan. Pernah ada kejadian ketika seseorang melanggar pantangan orang tersebut menjadi lumpuh.
- Apabila kita mengeluh kecapekan biasanya ada hal-hal yang tidak diinginkan.
- Orang yang memohon sesuatu dan terwujud ia akan kembali lagi kesitu membawa “ketupat lepet” sebaga tanda terima kasih.
Apabila ada permohonan/semedinya memohon sesuatu, apabila ada hewan yang datang seperti ular besar/harimau, orang tersebut diminta untuk tidak mengganggu/gentar karena hewan-hewan tersebut sebenarnya hanya perwujudan dari penunggu dan hanya menguji orang tersebut karena pernah orang melihat perwujudan itu dan makhluk itu hanya menggangu tidak berefek pada penyakit.
CANDI BUBRAH
berjarak sekitar 2 km ke arah puncak Candi Bubrah bisa dilihat berada di sisi kiri jalur pendakian. Bangunan ini terdiri dari dua kelompok. Satu kelompok di bagian yang lebih rendah, dan satu kelompok lagi berada di bagian yang lebih tinggi. Sedangkan Candi Angin sendiri, dengan bentuk dan karakter yang sama seperti candi Bubar berada di puncak.
’’Dilihat dari bentuk dan bahan yang digunakan, besar kemungkinan candi ini dibuat pada zaman sebelum Candi Borobudur dibagun. Dari susunan batu, jelas ini buatan manusia pada zaman lampau. Untuk maksud apa, ini yang perlu diteliti,’’ ujar Kasi Budaya dan Pendidikan Luar Sekolah, P dan K Jepara, Wendar Arinugroho, saat meninjau langsung situs bersejarah ini
Pelestarian
TEMPUR KELING JEPARAPemkab Jepara, dipimpin langsung oleh Bupati Drs Hendro Martojo, pekan lalu memang melakukan sebuah ekspedisi ke Candi Angin. Meski belum merencanakan sebuah program khusus, Pemkab
Jepara tetap melihat situs tersebut sebagai sesuatu yang penting. Dari peninjauan langsung tersebut, Pemkab
Jepara mencoba untuk menjajagi kemungkinan untuk bisa melakukan upaya-upaya pelestarian dan pemanfaatannya.
Hendro Martojo, pada ekspedisi tersebut gagal mencapi lokasi Candi Bubrah dan Candi Angin. Namun beberapa pejabat, yang tetap berstelan safari dan bersepatu kantor tetap mampu mencapai lokasi, meski dengan peluh dan tenaga yang terkuras. Salah satunya adalah Wendar Arynugroho, yang mendapatkan mandat khusus untuk melihat keberadaan situs bersejarah itu secara langsung.
Kemudahan akses jalan menuju kawasan
Tempur keling jepara ini tidak menutup kemungkinan akan dilakukan. Kami tetap berharap, situs ini tetap bisa menjadi sebuah objek yang berguna bagi pengembangan wisata dan pendidikan. Bagaimana caranya, nanti akan kami pikirkan,’’ kata Hendro Martojo memberikan pernyataan.
Kawasan
Tempur keling jepara yang dikepung puncak-puncak Muria yang tinggi, menyugguhkan sebuah lokasi dramatis bagi pengembangan wisata di
Jepara.
Desa Tempur juga terkenal akan airnya yang jernih sehingga tidak sedikit para wisatawan yang datang serta mandi di sungai yang airnya sangat jernih tersebut. selain itu makanan khas Tempur juga bisa kita jumpai sepeti ceriping talas, ceriping singkong, kopi tubruk dll. bagi anda yang berminat silahkan mencoba.